Sekelompok peretas yang bekerja sama dengan Korea Utara berhasil mencuri aset crypto sebesar $721 Juta atau senilai Rp 10 Triliun dari Jepang terhitung sejak tahun 2017 lalu.

Berdasarkan Nikkei yang telah bekerja sama dengan perusahaan analitik blockchain Elliptic melaporkan bahwa kerugian ini mencapai 30 persen dari total kerugian global yang terjadi di industri crypto ini. 

Hal ini tentu membuat Pyongyang semakin disorot karena melakukan aktivitas jahatnya. Kabar burung menjelaskan, aktivitas jahat ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan finansial akan pengembangan nuklir.

Sampai saat ini, Jepang berhasil menduduki peringkat teratas dalam hal kerugian atas kejadian pencurian ini. Lalu ada beberapa negara besar seperti Vietnam dan Amerika Serikat yang juga mengikuti dibawahnya.

Industri crypto berkembang sangat pesat dalam beberapa waktu terakhir, seolah memaksa setiap negara dan individu untuk siap dan mengikuti arus tren ini. Alhasil, tingginya permintaan investasi crypto berisiko membuat banyak entitas bermunculan namun tidak dengan perangkat keamanan yang mumpuni. 

Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang menyebutkan bahwa nominal pencurian yang berhasil dibawa hacker itu mencapai 8.8 kali lebih besar dari total nilai ekspor Korea Utara pada tahun 2021. Jumlah ini terhitung sangat banyak dengan kerugian yang ada. 

Hacker-hacker ini cenderung menggunakan 2 jenis serangan, yaitu ransomware dan hacking. Walaupun begitu, Jepang terus berusaha memperkuat sistem keamanan dan pengawasan industri crypto di negaranya.

Bahkan negara sebesar Jepang aja masih bisa jadi korban hacking aset crypto nih, Sobat Reku. Kita bisa menarik kesimpulan jika oknum jahat ini tidak memandang bulu terhadap para korbannya. Sebagai investor atau trader yang berkecimpung di industri crypto, Sobat Reku harus lebih waspada dan hati-hati dalam bertransaksi ya!

Foto diambil dari Alex Chumak on Unsplash