Investasi
Trade Kripto
Futures
Jelajah
Wallet
Learning Hub
Keamanan & Regulasi
Unduh Aplikasi Reku
google-icon

Reku Kampus

Buy the Dip

Bagikan!
Bagikan!

Apa Itu Buy the Dip

Buy the dip adalah istilah dalam dunia investasi yang berarti membeli aset, baik saham, reksa dana, maupun aset kripto saat harganya sedang mengalami penurunan. Tujuannya adalah mendapatkan harga beli yang lebih murah dibanding harga normal, dengan harapan nilai aset tersebut akan kembali naik di kemudian hari.

Strategi buy the dip biasanya digunakan oleh investor jangka panjang yang yakin bahwa penurunan harga hanya bersifat sementara, bukan karena kerusakan fundamental dari aset tersebut.

Fungsi Buy the Dip

Fungsi utama dari buy the dip adalah untuk membantu kamu memaksimalkan potensi keuntungan. Dengan membeli aset saat harganya turun, kamu punya peluang mendapatkan imbal hasil lebih tinggi ketika harga kembali naik atau bahkan melewati harga sebelumnya. Selain itu, buy the dip juga punya beberapa manfaat lain yang bisa kamu rasakan:

  1. Memanfaatkan koreksi pasar

Saat harga turun karena koreksi pasar, kondisi ini bisa jadi peluang bagus untuk masuk. Penurunan harga sering kali bersifat sementara dan menjadi momen yang dinilai tepat untuk membeli.

  1. Mengakumulasi aset lebih banyak

Harga yang lebih rendah memungkinkan kamu membeli lebih banyak unit aset dengan jumlah uang yang sama. Jadi, investasi kamu bisa bertambah tanpa perlu keluar dana ekstra.

  1. Menurunkan rata-rata harga beli (average down)

Jika kamu sudah punya aset tersebut sebelumnya, membeli lagi saat harga turun akan membantu menurunkan rata-rata harga beli. Ini bisa meningkatkan potensi keuntungan saat harga naik kembali.

Cara Kerja Buy the Dip

Strategi buy the dip bekerja dengan memanfaatkan fluktuasi harga pasar. Investor akan memantau harga aset dan menunggu hingga terjadi penurunan signifikan. Saat harga turun, investor masuk membeli, lalu menunggu hingga harga naik kembali untuk memperoleh capital gain.

Namun, strategi ini bukan berarti asal beli saat harga turun. Ada analisis dan pertimbangan yang harus dilakukan sebelum menerapkannya. Pastikan:

  1. Penurunan harga disebabkan oleh sentimen sementara, bukan karena kerusakan fundamental aset.
  2. Aset yang dipilih masih memiliki prospek jangka panjang.
  3. Keputusan buy the dip dilakukan dengan disiplin dan strategi, bukan karena FOMO (fear of missing out).

Risiko Buy the Dip

Meski terlihat seperti strategi sederhana dan menjanjikan, buy the dip punya sejumlah risiko:

  1. Harga terus menurun

Tidak semua penurunan bersifat sementara. Bisa jadi, harga terus anjlok karena tren pasar bearish atau ada masalah fundamental.

  1. Salah timing

Membeli terlalu cepat bisa membuat kamu merugi jika harga belum menyentuh titik terendah.

  1. Likuiditas terbatas

Jika kamu sudah kehabisan dana saat harga turun lagi, kamu bisa terjebak di harga beli yang tinggi.

  1. Overtrading

Terlalu sering mencoba buy the dip tanpa perhitungan bisa menyebabkan kerugian beruntun.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Buy the Dip?

Waktu terbaik untuk buy the dip adalah saat kamu yakin bahwa penurunan harga hanya bersifat sementara, misalnya karena faktor eksternal seperti berita negatif sesaat, kebijakan sementara, atau koreksi pasar secara umum. Sebelum memutuskan untuk masuk, penting untuk melakukan analisis teknikal dan fundamental terlebih dahulu. Lihat apakah volume transaksi mendukung potensi pembalikan arah harga, dan amati juga tren pasar secara keseluruhan, atau apakah sedang dalam kondisi bullish atau bearish. Yang tak kalah penting, pastikan kamu menggunakan uang dingin, bukan dana yang seharusnya dipakai untuk kebutuhan harian.

Contoh Buy the Dip

Misalnya, kamu mengamati sebuah aset kripto yang biasanya berada di harga Rp10 juta per koin. Karena sentimen negatif global, harga turun menjadi Rp7 juta. Kamu yakin ini hanya penurunan sementara dan memutuskan untuk buy the dip. Dua bulan kemudian, harga kembali naik ke Rp11 juta. Jika kamu menjualnya, maka kamu mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dan jual.

Tapi, kalau ternyata harga malah terus turun ke Rp5 juta dan tidak ada tanda-tanda pemulihan, kamu bisa saja harus menahan aset tersebut dalam waktu lama atau bahkan menjual rugi.

Perbedaan Buy the Dip vs Dollar Cost Averaging (DCA)

Banyak yang membandingkan buy the dip dengan strategi investasi Dollar Cost Averaging (DCA). Bedanya, DCA adalah membeli aset secara rutin di tanggal tertentu tanpa melihat kondisi harga. Sedangkan buy the dip bersifat oportunistik, kamu hanya membeli saat harga turun.

Mana yang lebih baik? Keduanya bisa efektif, tergantung profil risiko dan strategi investasimu. Untuk investor aktif, buy the dip menarik karena bisa membeli di harga murah. Tapi untuk pemula, DCA lebih cocok karena lebih disiplin dan menghindari risiko timing yang salah.

Cara Menerapkan Strategi Buy the Dip dengan Aman

Kalau kamu tertarik mencoba buy the dip, berikut langkah-langkah aman yang bisa diikuti:

  1. Lakukan riset terlebih dahulu

Jangan asal beli saat harga turun. Pahami dulu penyebab turunnya harga dan prospek jangka panjang aset tersebut.

  1. Tentukan titik beli bertahap

Gunakan strategi beli bertahap agar tidak kehabisan modal jika harga turun lebih dalam.

  1. Gunakan dana yang terpisah dari kebutuhan harian

Ini penting agar kamu tidak terpaksa menjual di harga rendah hanya karena butuh uang.

  1. Tentukan target dan batas rugi

Disiplin dalam menjual saat target tercapai atau saat menyentuh batas kerugian.

Buy the dip adalah strategi investasi yang menarik jika dilakukan dengan cermat. Dengan membeli saat harga turun, kamu punya peluang mendapatkan keuntungan yang lebih besar saat harga naik kembali. Tapi jangan lupa, strategi ini butuh analisis, kesabaran, dan disiplin.

Ingat, pasar keuangan penuh risiko. Tanpa strategi yang tepat, buy the dip bisa berubah menjadi buy the trap. Jadi, pastikan kamu benar-benar paham sebelum mencobanya. Kalau masih ragu, mulai saja dari nominal kecil dan terus belajar dari pengalaman pasar.

 

Bagikan!